Pandangan Baharudin, M.H. terhadap Rendahnya Gaji Dosen Swasta di Sekolah Tinggi Swasta di Kabupaten Bima dan Dompu

    Baharudin, M.H., seorang akademisi sekaligus pemerhati pendidikan tinggi di wilayah Nusa Tenggara Barat, mengungkapkan keprihatinan yang serius terhadap kondisi kesejahteraan dosen-dosen di sekolah tinggi swasta, khususnya di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu. Dalam berbagai kesempatan, ia menyuarakan fakta-fakta di lapangan yang menunjukkan ketimpangan penghasilan yang mencolok antara dosen perguruan tinggi negeri dan swasta. Ia menilai bahwa kondisi ini tidak hanya merugikan para dosen secara individu, tetapi juga berdampak jangka panjang terhadap mutu pendidikan tinggi di daerah.

      Menurut Baharudin, banyak dosen swasta di Bima dan Dompu yang saat ini digaji jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Bahkan, dalam beberapa kasus, gaji dosen tetap tidak mencapai satu juta rupiah per bulan. Jumlah itu sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi jika dosen tersebut sudah berkeluarga. “Mereka tetap mengajar dengan semangat, padahal gaji yang diterima tak cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur. Ini realitas pahit yang tak banyak diketahui publik,” tegasnya.

      Ia menambahkan bahwa situasi ini memunculkan ironi besar dalam dunia pendidikan tinggi: mereka yang dituntut mencetak generasi cerdas justru tidak mendapatkan kehidupan yang layak. Akibatnya, banyak dosen swasta yang harus mengambil pekerjaan tambahan di luar kampus, seperti menjadi guru honorer, membuka usaha kecil-kecilan, atau bahkan menjadi buruh lepas demi bertahan hidup. Hal ini secara tidak langsung memengaruhi fokus dan dedikasi mereka terhadap tugas-tugas akademik seperti penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

     “Bayangkan saja, satu dosen bisa mengajar di dua atau tiga tempat dalam satu hari karena honor dari satu tempat tidak mencukupi. Ini tidak sehat, baik untuk dosennya maupun untuk kualitas pembelajaran yang diterima mahasiswa,” jelas Baharudin.

      Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa akar dari permasalahan ini bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga menyangkut tata kelola pendidikan tinggi yang belum berpihak pada dosen swasta. Menurutnya, banyak yayasan penyelenggara perguruan tinggi swasta di daerah yang tidak memiliki kemandirian finansial atau tidak menjadikan kesejahteraan dosen sebagai prioritas utama. Sementara di sisi lain, regulasi dari pemerintah pusat dan daerah pun belum secara tegas memberi perlindungan maupun insentif bagi dosen swasta, yang jumlahnya tidak sedikit.

      Baharudin mengusulkan perlunya intervensi kebijakan dari pemerintah daerah maupun pusat, dalam bentuk subsidi langsung kepada dosen swasta, tunjangan profesi, atau pengakuan formal yang dapat memberikan ruang peningkatan ekonomi bagi dosen. Ia juga mendorong transparansi dan profesionalisme dalam pengelolaan perguruan tinggi swasta agar anggaran yang tersedia benar-benar dialokasikan untuk peningkatan kualitas SDM, bukan hanya infrastruktur.

      Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat untuk menciptakan iklim pendidikan tinggi yang lebih adil dan manusiawi. “Jangan sampai dosen swasta di daerah-daerah seperti Bima dan Dompu hanya dijadikan pelengkap sistem pendidikan tinggi, tapi tak pernah dihargai sebagaimana mestinya. Mereka juga pejuang intelektual, yang berperan besar mencerdaskan generasi muda daerah,” ujarnya.

     Di akhir pandangannya, Baharudin menyampaikan harapan bahwa ke depan akan ada kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi ini. Ia percaya bahwa kemajuan daerah tidak bisa dilepaskan dari kualitas pendidikan tingginya, dan kualitas pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kesejahteraan dosen. “Jika kita sungguh ingin melihat Bima dan Dompu tumbuh sebagai daerah yang maju dan mandiri, maka mulailah dengan memberikan kehidupan yang layak bagi para dosen. Karena dari tangan merekalah generasi masa depan kita ditempa.”

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandangan Aidin, M.Si terhadap Rendahnya Harga Beli Jagung oleh Perusahaan di Kabupaten Bima